PERINGATAN

Dilarang meng-copy materi dari blog ini, tanpa mencantumkan nama penulis dan alamat web (URL). Terima Kasih

Sabtu, 01 Oktober 2011

KONSEP DASAR ISTIRAHAT TIDUR

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP DASAR ISTIRAHAT TIDUR

1. PENGERTIAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
  • Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri atau melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan (Hidayat, 2008).
  • Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis tubuh serta penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Asmadi, 2008).

2.FISIOLOGI TIDUR
  • Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur (Hidayat, 2008).
  • Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Reticular Activating System (RAS) berlokasi pada batang otak teratas. RAS dipercayai terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan tidur. Selain itu, RAS dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbic. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).
  • Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks. Stimulus ke RAS menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, maka aktivasi RAS selanjutnya menurun. Pada beberapa bagian BSR mengambil alih yang menyebabkan tidur (Potter&Perry, 2006).

3. JENIS TIDUR
  • Pada hakikatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM) (Asmadi, 2008).
a.Tidur REM
  • Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot – otot kendur, tekanan darah bertambah, garakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak – balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada laki – laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung dan pernapasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
  • Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut:
  1. Cenderung Hiperaktif.
  2. Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).
  3. Nafsu makan bertambah.
  4. Bingung dan curiga.

b.Tidur NREM
  • Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sabar atau tidak tidur. Tanda – tanda tidur NREM antara lain : mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.
  • Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing – masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.
  • Keempat tahap tersebut yaitu :
1). Tahap I
  • Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan pernapasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang – gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah.
2). Tahap II
  • Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot berlahan – lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Pada EEG timbul gelombang beta yang berfrekuensi 14 – 18 siklus/detik. Gelombang – gelombang ini disebut dengan gelombang tidur. Tahap II berlangsung sekitar 10 – 15 menit.
3). Tahap III
  • Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi 1 – 2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan.
4), Tahap IV
  • Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1 – 2 siklus/detik. Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20 – 30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan keadaan tubuh.
  • Selain keempat tahap tersebut, ada satu tahap lagi yakni tahap V. Tahap kelima ini merupakan tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang masuk ke tahap V. Hal tersebut ditandai dengan kembali bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap – tahap sebelumnya. Tahap V ini berlangsung sekitar 10 menit, dapat pula terjadi mimpi.
  • Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur NREM, maka akan menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :
  1. Menarik diri, apatis dan respons menurun
  2. Merasa tidak enak badan
  3. Ekspresi wajah layu
  4. Malas bicara
  5. Kantuk yang berlebihan

  • Sedangkan apabila seseorang kehilangan tidur kedua – duanya, yakni tidur REM dan NREM maka akan menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
  1. Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun.
  2. Tidak mampu untuk konsentrasi ( kurang perhatian ).
  3. Terlihat tanda – tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.
  4. Sulit melakukan aktivitas sehari – hari.
  5. Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran.(Asmadi, 2008)

Siklus Tidur


Gambar 2.1 Siklus tidur
Sumber Hidayat, 2008

Keterangan : 
  • Kondisi pre-sleep merupakan keadaan dimana seseorang masih dalam keadaan sadar penuh, namun mulai ada keinginan untuk tidur. Pada perilaku pre-sleep ini, misalnya seseorang pergi ke kamar tidur lalu berbaring di kasur atau berdiam diri merebahkan dan melemaskan otot, namun belum tidur. Selanjutnya mulai merasa kantuk, maka orang tersebut memasuki tahap I. Bila tidak bangun baik disengaja maupun tidak disengaja, maka selanjutnya ia memasuki tahap II. Begitu seterusnya sampai tahap IV, ia kembali memasuki tahap III dan selanjutnya tahap II. Ini adalah fase tidur NREM. Selanjutnya ia akan memasuki tahap V, ini disebut tidur REM. Bila ini telah dilalui semua, maka orang tersebut telah melalui siklus tidur pertama baik tidur NREM maupun REM. Siklus ini terus berlanjut selama orang tersebut tidur. Namun, pergantian siklus tidur ini tidak lagi dimulai dari awal tidur, yaitu pre-sleep dan tahap I, tetapi langsung tahap II ke tahap selanjutnya seperti pada siklus pertama. Semua siklus ini berakhir bila orang tersebut terbangun dari tidurnya (Asmadi, 2008).
  • Jika orang tersebut terbangun dan kembali tidur, yang merupakan hal yang sering terjadi pada lansia, maka tahap I akan dimulai kembali. Dalam pola tidur normal, sekitar 70 sampai 90 menit setelah awitan tidur dimulailah periode REM pertama, bergantian dengan tidur NREM pada siklus 90 menit selama periode tidur nocturnal. Konsekuensi dari terbangun, seperti untuk ke toilet pada malam hari atau prosedur keperawatan dapat menimbulkan efek buruk pada fisiologis dan fungsi mental lansia ( Stanley dan Bear, 2007).

5. POLA TIDUR BERDASARKAN TINGKAT PERKEMBANGAN / USIA
  • Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia, maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan (Asmadi, 2008).

Pola Tidur Normal Berdasarkan Tingkat Perkembangan / Usia

Tingkat Perkembangan / Usia Pola Tidur Normal

Bayi Baru Lahir
  • Tidur 14–18 jam sehari, pernapasan teratur, gerak tubuh sedikit, 50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap III dan IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
Bayi
  • Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar.
Toddler
  • Tidur sekitar 10-11 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2-3 tahun.
Pra Sekolah
  • Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode terbangun kedua hilang pada umur 3 tahun. Pada umur 5 tahun, tidur siang tidak ada kecuali kebiasaan tidur sore hari.
Usia Sekolah
  • Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur relatif konstan.
Remaja
  • Tidur sekitar 8,5 jam sehari, 20% tidur REM
Dewasa Muda
  • Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap I, 50% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III – IV.
Dewasa Pertengahan
  • Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
Dewasa Tua
  • Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang – kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari.
Sumber : Asmadi, 2008

6. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ISTIRAHAT DAN TIDUR
  • Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda – beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik, ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
a.Status Kesehatan
  • Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya pada klien yang menderita gangguan pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak mungkin dapat istirahat dan tidur (Asmadi, 2008).
b.Lingkungan
  • Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur. Keadaan lingkungan yang tenang dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur (Hidayat, 2008).
c.Stres Psikologis
  • Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).
d. Diet / Nutrisi
  • Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi seperti pada keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat mempercepat proses tidur, karena adanya triptofan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna (Hidayat, 2008). Sebaliknya minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur (Asmadi, 2008).
e. Gaya Hidup
  • Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek (Asmadi, 2008).
f. Obat – Obatan
  • Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretic menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk (Hidayat, 2008).
g. Motivasi
  • Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat, 2008).


DAFTAR PUSTAKA

  1. Admin. 2011. Tips Menyedu Susu yang Baik. http://tipsehat.net. Diakses Tanggal
  2. 1 Mei 2011, Jam 18.29 WIB
  3. Afifani, Nia. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Insomnia pada Lansia. http://adln.fkm.unair.ac.id. Diakses Tanggal 1 Juli 2011, Jam 20.01 WIB.
  4. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
  5. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
  6. Aziz, D Nur. 2007. Memetik Manfaat Susu. http://1ggplus.wordpress.com. Diakses Tanggal 13 Mei 2011, Jam 18.50 WIB
  7. Dinsos. 2010. Jumlah Penduduk Kabupaten Mojokerto. http://www.mojokertokab.go.id Diakses tanggal 10 April 2011, Jam 12.00 WIB.
  8. Efendi, Ferry dan Makhfludli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
  9. Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
  10. Hidayat, A. aziz. 2003. Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
  11. Hariyanto, Slamet. 2011. Lansia di Indonesia. http://slamethariyanto.wordpress.com/tag/jatim, Diakses Tanggal 03 April 2011, Jam 12.01 WIB
  12. Hasyim, Muttaqin. 2009. Manfaat Kalium Nitrat. http://muttaqinhasyim.wordpress.com. Diakses Tanggal 1 Mei 2011, Jam 18.34 WIB
  13. Iskandar, Yul. 2009. Pustaka Kesehatan Populer : Psikologi. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer
  14. Iwan, 2009. Skala Insomnia (KSPBJ Insomnia Rating Scale). http://www.sleepnet.com . Diakses Tanggal 30 April 2011, Jam 10.00 WIB
  15. Izur, Nursalam. 2010. Perasaan wanita. www. Forumkami.net/wanita. Diakses Tanggal 1 Juli 2011, Jam 20.05 WIB
  16. Khomsam, Ali. 2008. Terapi Gizi Untuk Insomnia. http://mgiforon.com. Diakses Tanggal 22 April 2011, Jam 12.34 WIB
  17. Maryam, R. siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.
  18. Melani. 2007. Manfaat Susu. http://kumpulan.info/sehat/artilel-kesehatan/48-artikel-kesehatan/131-mengenal-susu dan manfaat.html. Diakses Tanggal 23 April 2011, Jam 14.31 WIB
  19. Mubarak, W Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas : Konsep Dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
  20. Nelson, E. Waldo. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC
  21. Nugroho, H. wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik edisi 3.
  22. Jakarta : EGC.
  23. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
  24. Oktavita. 2009. Insomnia pada Wanita dan Lansia.
  25. Oktavita.com/penyakit-insomni.html. Diakses Tanggal 1 Juli 2011, Jam 20.00 WIB.
  26. Parreta, Lorranaine. 2005. Makanan Untuk Otak. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama
  27. Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC
  28. Santoso, Denny. 2011. Makanan Yang Mengandung Triptofan. http://WWW.dennysantoso.com. Diakses Tanggal 1 Mei 2011, Jam 18.45
  29. Sediaotama, D. Achmad. 2006. Ilmu Gizi jilid I. Jakarta : Dian Rakyat
  30. Sediaotama, D. Achmad. 2008. Ilmu Gizi jilid II. Jakarta : Dian Rakyat
  31. Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
  32. Suparyanto. 2010. Konsep Insomnia. http://dr-suparyanto.blog.com. Diakses Tanggal 23 April 2011, Jam 11.45
  33. Tamher, S. dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
  34. Wardhani, K Anita. 2011. Di Indonesia Ada 28 Juta Penderita Insomnia. http://www.tribunnews.com, Diakses Tanggal 22 Maret 2011, Jam 11.56 WIB
  35. Wikipedia. 2009. Susu. http://id.wikipedia.org/wiki/susu. Diakses Tanggal 22 April 2011, Jam 12.49 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar